Wednesday, March 23, 2011

Contoh bab 4 tesis : Intensionalitas dan Interaksi dalam Lansekap Sosio-Teknik

Setelah menjelaskan konstruksi masyarakat secara eksternal sebagai sebuah simbol, penulis akan mempelajari lebih dekat pada unsur minat: Dalam bagian ini minat juga dipahami sebagai intensionalitas dibalik akuisisi teknologi informasi dan komunikasi, apa ramuannya dalam lansekap sosio-teknik ini, yang mencakup aktor manusia maupun non manusia dalam interaksi saling menguntungkan (Tsing, 2005). Bagian ini bertujuan memahami peran aktor non manusia dalam perumusan strategi global dalam masyarakat. Bukannya mengadopsi pendapat kalau teknologi berdifusi, tapi memahami bagaimana minat dan penciptaan minat berbagai aktor bekerja untuk mendapatkan agenda tertentu (lihat misalnya Latour, 1987:104). Diajukan bahwa berbagai konteks dapat dipandang sebagai masyarakat praktis, dimana imperatif petugas pada kebutuhan yang harus dihubungkan dicari untuk memuaskan masyarakat, yang dalam sebagian besar kasus lewat individu berbasis lokal yang berkomitmen (sering disebut tokoh masyarakat), yang bertanggung jawab mengkonstruksi ulang citra homogen masyarakat mereka sebagai sebuah komune. Tokoh masyarakat juga bertinfak sebagai objek perbatasan yang menghubungkan wacana globalis pemerintah dengan keseharian pragmatis masyarakat lokalnya. Diajukan kalau proses mendorong/meyakinkan populasi lokal mengenai manfaat insiatif TIK pemerintah penting untuk naturalisasi objek-objek ini dalam konteks lain selain penciptaannya, dan pemenuhan agenda politik mereka sendiri. Dengan cara ini, para tokoh masyarakat dapat dipandang, pada lingkup tertentu, sebagai agen globalisasi, yang membawa pemerintah merumuskan imperatif globalisasi ke masyarakat.
4.1 Aktor Sosial di Lapangan
Seperti telah dibahas sebelumnya, penelitian empiris memberi kesempatan bertemunya berbagai aktor dengan minat mempromosikan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pada masyarakat dan pihak yang tidak beruntung. Untuk memeriksa peran para aktor ini, paragraf selanjutnya akan memperkenalkan masing-masing aktor sosial ini, menurut peran yang mereka tunjukkan di lapangan. Berdasarkan pada pengumpulan data, aktor-aktor tersebut adalah:
Pemerintah : Seperti telah dijelaskan di bagian terakhir, pemerintah Indonesia bekerja sebagai produsen utama wacana globalis dan promotor kuat penggunaan teknologi modern. Dari kebijakan dan dokumen yang sedang dikerjakan di sisi pemerintah, tujuannya adalah mempromosikan pandangan spesifik mengenai globalisasi dan kemudian menggariskan tindakan dan kebijakan untuk memenuhi tujuan-tujuan ini.
Para statel: Perusahaan semi swasta, biasanya didirikan dan sebagian dimiliki oleh pemerintah. Perusahaan-perusahaan ini memiliki kewajiban bekerja sesuai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan sebagai bagian status mereka, merkea juga diwajibkan merealisasikan inisiatif pemerintah. Dalam kasus ini, sebuah para statel berbasis Jakarta yang dikunjungi melakukan pabrikasi teknologi berbasis penelitian dan sedang terlibat dalam berbagai proyek, salah satunya instalasi teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai masyarakat yang tidak diuntungkan di Indonesia, untuk mematerialisasi dan merealisasi ambisi politik mengenai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam persepsi negara-negara Dunia Ketiga. Mereka adalah bagian aktif dari kebijakan pemerintah yang bekerja dalam bidang ini dan sebagaimana akan ditunjukkan, terlibat dalam komunikasi dengan anggota masyarakat. Sebagai perusahaan teknologi yang bertindak sebagai perpanjangan tangan pemerintah, mereka bertanggung jawab memaksakan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia.
Tokoh Masyarakat: Secara luas berarti individu-individu yang berkomitmen dan berbasis masyarakat dan didukung oleh pemerintah dan para statel sebagai wakil masyarakat. Sebagai bagian dari penelitian lapangan, penulis mengunjungi sebuah desa dan menemui dua pemuda idealis yang secara antusias berkomitmen untuk bekerja bagi masyarakat lokal dalam mengintegrasikan pendidikan komputer sebagian lewat kursus berbayar dan kursus gratis yang ditawarkan ke sekolah dan guru lokal. Mereka telah aktif dalam pusat masyarakat multi tujuan lokal, namun karena kekecewaan mengenai masalah organisasi, mereka meninggalkan seluruh bagian komputer sehingga tidak terurus, mereka sekarang memutuskan mendirikan usaha kecil mereka sendiri. Mereka ditemukan berkomitmen kuat pada masyarakat setempat dan karena ini mereka tetap tinggal di sana. Walaupun kota yang ada di dekat desa menawarkan kondisi yang lebih baik untuk menjalankan bisnis komersil, mereka tetap melayani masyarakat berbasis pada idealisme. Contoh lain Tokoh Masyarakat bisa berupa mereka yang berada dalam posisi formal, seperti walikota atau anggota dewan dan juga aktivis.
Populasi: Dalam bagian ini, ‘populasi’ merujuk pada anggota umum masyarakat, baik yang secara sadar melibatkan diri pada praktek berhubungan dengan TIK (pendidikan komputer, penggunaan fasilitas TIK, dsb) dan mereka yang tidak terlibat dalam praktek demikian. Walau begitu, karena bahan empiris didasarkan pada wawancara dengan partisipan di kelas komputer (dewasa dan anak-anak), para aktor dalam kelompok ini terlibat dalam praktek yang berhubungan dengan TIK. Selain itu, ‘populasi’ merujuk pada sekelompok individu, yang identitasnya sebagai sebuah komune didefinisikan oleh pihak lain sebagai masyarakat, namun disini digariskan kalau mereka adalah aktor heterogen dan tidak mesti mendefinisikan dirinya sebagai anggota masyarakat, seperti didefinisikan oleh pihak luar.
4.2 Aktor, minat dan arah – alasan bertindak.
Minat tidak diantisipasi sebagai sebuah satuan semiotik yang harus dipahami sebagai sesuatu yang ada secara statis, namun minat disini harus dipahami sebagai sesuatu yang dinamis terjadi lewat interaksi pada berbagai aktor, sosial dan non manusia dan karenanya harus dipahami demikian. Saat melihat pada proses pelaksanaan instalasi teknologi informasi dan komunikasi, minat tidak muncul sebagai faktor fasilitator untuk meyakinkan berbagai pihak mengenai perlunya memperoleh teknologi, namun minat dapat dipandang sebagai faktor kondisional atas tindakan. Minat disini, merujuk pada konsekuensi dan intensionalitas, yang muncul lewat pencapaian konsensus, pembentukan sekutu, translasi dan sebagai alat untuk digunakan dalam proses penciptaan sekutu.
Atas hal ini, bagian ini bertujuan memeriksa alasan-alasan atas gerakan teknologi, bukannya mengadopsi globalisasi dan TIK, sebagai sesuatu yang otonom dan berdifusi secara otomatis, tanpa perlunya keterlibatan intensionalitas, namun semata sebagai bagian dari kemajuan teknologi modern (Latour, 1987:104). Karena semua aktor, termasuk non manusia, masing-masing memiliki agenda dan arah mereka, penting agar hal ini dapat diungkapkan, untuk melihat bagaimana mereka bergerak dalam konteks praktis dan membentuk arah kemajuan yang memungkinkan hal dan ide tertentu saja yang diartikulasi (Leigh-Star, 1991:29).
Tabel 4.1. Perhatian dan Minat pada stake holder.
4.2.1 Interaksi aktor
Usaha menghubungkan dan mendigitalisasi masyarakat yang tidak beruntung di Indonesia pada dasarnya menarik dua strategi, baik lewat pendirian pusat-pusat di daerah lokal (seperti pusat masyarakat multi tujuan, pusat telekomunikasi, dsb) sebagai terminal bebas yang berada di lokasi yang dapat diakses publik seperti perpustakaan, kantor pos dsb (Anaedi, 2003), mengantisipasi bahwa lokasi fisik teknologi akan secara otomatis membawa pada peningkatan sosio-ekonomi, namun banyak inisiatif ini sering terbukti gagal (Anaedi, 2003 dan Ihromi, 2003). Penelitian yang berlanjut oleh para akademisi sedang dilakukan untuk memperjelas mengapa begitu banyak usaha menaturalisasi teknologi informasi dan komunikasi dalam latar lokal terlihat gagal. Atas alasan ini, ada minat dalam mengambangkan model yang menghubungkan masyarakat lewat teknologi, dan konsekuensinya banyak inisiatif berakibat pada pengajuan teknologi dalam bentuk proyek dan hal ini mencerminkan ide teknologi sebagai semata memperkenalkan TIK pada masyarakat ini dalam bentuk proyek yang dalam konteks ini harus dipahami sebagai praktek, yang tidak berbasis pada standarisasi, yang melibatkan praktek dengan durasi waktu tertentu, dan karenanya melibatkan penelitian untuk menemukan model terbaik dan praktek terbaik untuk mengimplementasikan teknologi ini. Dengan cara ini, berbagai pihak (peneliti, insinyur, LSM, dsb) yang berada di luar masyarakat terlibat dalam melakukan dan berperan sebagai bagian dari proyek).
Walaupun begitu, saat melihat pada proses inisiasi proyek-proyek ini di lokalitas, para tokoh masyarakat tampak sebagai bagian paling sering berinisiatif untuk berkomunikasi dengan pihak luar, membawa sumberdaya yang akan berada dalam masyarakat lokalnya, untuk manfaat penduduknya. Seperti dijelaskan dalam skema di bawah, tokoh masyarakat bertindak berdasarkan lokalitas mereka dan dengan cara ini menjadi mata rantai antara masyarakat dan organisasi yang bertindak sesuai wacana pemerintah (LSM, para statel, dsb):

Gambar 4.1 Kontak dan Interaksi awal
Dalam kasus pertama, petugas pemerintah mengunjungi sebuah masyarakat, dan tokoh masyarakat meminta sumberdaya dari pemerintah untuk masyarakat. Pemerintah mengarahkan permintaan ini ke para statel pembuat teknologi, yang kemudian menginisiasi komunikasi dengan tokoh masyarakat. Dalam skenario kedua, tokoh masyarakat mengarahkan permintaan ke para statel, yang kemudian menginisiasi sebuah proyek untuk melokalisasi teknologi.
Proyeknya biasanya memiliki durasi waktu tertentu yang dibutuhkan untuk menjadi berkelanjutan dan diimplementasikan dalam masyarakat lokal (Ihromi, 2003). Walaubegitu, dimensi minat di antara para aktor tampaknya secara umum sangat tinggi di awal dan seiring berjalannya waktu, menurun dengan cepat di antara beragam stakeholder yang pada akhirnya membawa pada proses siklus umpan balik negatif. Saat melakukan wawancara telepon dengan Pusat masyarakat multi tujuan ada konfirmasi kalau pusat-pusat ini mengalami banyak minat dan perhatian dari pemerintah dan masyarakat lokal mengenai proyek ini hanya untuk merasakan minat ini memudar seiring waktu. Trend ini juga dikonfirmasi dalam penelitian yang berfokus pada pusat telekomunikasi (Ihromi, 2003; Anaedi, 2003; Ahmad, 2003). Jika dibentuk ke dalam skema, aspek minat ini akan terlihat seperti berikut:

Gambar 4.2 Proses minat
Dalam inisiasi proses memperkenalkan teknologi pada masyarakat, tokoh masyarakat tampaknya menjadi bagian yang paling sering mengambil inisiatif untuk menciptakan perhatian dan minat, untuk memperoleh sumberdaya yang dikirimkan ke masyarakat lokal mereka. Seperti diilustrasikan dalam skema di bawah, proses naturalisasi teknologi dalam masyarakat terjadi dalam dua tahap.

Gambar 4.3 Minat dan Titik-titik Kritis
Titik kritis 1: Artefak teknologi secara fisik berada dalam masyarakat dan dari titik tersebut diantisipasi kalau kriteria awal kesuksesan telah tercapai, karena sebuah sumberdaya telah berada dalam masyarakat dan lewat posisi fisiknya, sekarang mampu berfungsi sebagai sebuah fasilitas modern. Dari sudut pandang masyarakat (tokoh masyarakat), sebuah sumberdaya sekarang telah menawarkan kesempatan baru untuk mengubah kehidupan yang sulit. Dari sudut pandang luar, titik kritis pertama melibatkan lokalisasi fisik teknologi dalam masyarakat lokal. Lewat representasi dan lokasi fisiknya, ia mewakili pemenuhan tujuan politik memodernisasi sumberdaya dan memberikan kesempatan pada daerah tersebut untuk terhubung. Tujuan tokoh masyarakat tercapai karena masyarakat mendapatkan perhatian politik dan sumberdaya telah terpasang di masyarakat.
Titik kritis 2: Ini merujuk pada integrasi sosial dan naturalisasi teknologi dalam masyarakat, dimana ada naluri kepemilikan masyarakat, yaitu praktek instalasi teknologi telah terintegrasi menjadi praktek di daerah lokal dan dipergunakan serta diapresiasi secara luas oleh masyarakat. Kepemilikan perseptual (namun tidak harus kepemilikan fisik) proyek ini telah ditransfer ke masyarakat, untuk mendapatkan apa yang disebut Titik Kritis 2.
Dst

No comments:

Post a Comment