Monday, March 14, 2011

Sampel tesis Etnografi Organisasi Bab 1

1.1 Latar Belakang
Dalam kelas pertama manajemen yang penulis hadiri di universitas, penulis mendengar sesuatu yang menggeser sudut pandang penulis sebelumnya. Profesor yang memberikan kuliah pendekatan klasik studi organisasi mengutip salah satu asumsi dasar Fredercik W Taylor, lebih kurang menyatakan bahwa manusia termotivasi secara ekonomis dan minat pribadi mereka dapat dipuaskan cukup dengan pencapaian ekonomi semata (Jones, 1997). Mungkin terdengar naif bila penulis mengatakan bahwa pernyataan ini pada akhirnya mengguncang citra realitas yang penulis pegang secara ideal dan coba pertahankan dalam pikiran penulis. Namun faktanya, ini selalu benar. Tentu saja, jelas kalau penulis sadar peran penting dari uang di dunia (lagipula, uang membuat dunia berputar), namun belum pernah penulis mendengar seseorang dengan eksplisit menyatakan konjektur bahwa kebutuhan ekonomi dapat berada di balik segala tindakan manusia. Walaupun kemudian, dalam sejumlah kejadian penulis mendengar sejumlah asumsi bertentangan (termasuk misalnya sikap Hubungan Manusia, yang saat itu sangat ditantang oleh pandangan Taylor), pandangan manusia ekonomi terus bergema dalam pikiran penulis. Semua teori terkait manajemen lainnya mengenai sifat manusia walaupun dengan memasukkan beberapa unsur non ekonomis tambahan lainnya kedalam konsep motivasi dalam organisasi, selalu tidak dapat dihindari mempertahankan isu uang di latar belakang. Fakta ini secara tidak sadar membuat penulis memandang alasan mayoritas aktivitas organisasi manusia semata primitif. Penulis ingin menemukan aspek yang baru dan berbeda dari motivasi pekerja. Aspek-aspek yang secara mutlak menyingkirkan stimuli berbasis ekonomi. Penemuan demikian akan menjadikan dunia organisasi lebih baik dan menyenangkan bagi sudut pandang penulis dan juga memberikan sumbangan pada multidimensionalitasnya. Apakah memang tidak ada cara dimana manusia dapat dipicu oleh niat altruistik? Demikian yang penulis tanyakan terus menerus. Dorongan berkelanjutan ini mendorong penulis untuk mempelajari aspek lain realitas organisasi, dan pada akhirnya mendekatkan penulis pada pencarian organisasi swasta nirlaba yang dengan kata lain dapat disebut sebagai organisasi kemanusiaan dan yang akan menjadi target penelitian akademis penulis.
Dinas Pembangunan Internasional Amerika Serikat mendefinisikan organisasi nirlaba swasta adalah organisasi nirlaba tidak kena pajak yang bekerja atau bertujuan terlibat dalam aktivitas pembangunan internasional. Organisasi ini mendapatkan sebagian pendapatan tahunannya dari sektor swasta (menunjukkan sifat swastanya) dan kontribusi uang, tenaga dan dukungan publik secara sukarela (menunjukkan sifat nirlabanya). (…) Banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerja pada pembangunan internasional dan bantuan kemanusiaan memilih istilah LSM. LSM termasuk pula entitas nirlaba atau swasta yang dibentuk atau dibangun secara mandiri dari entitas pemerintah nasional atau lokal. LSM termasuklah firma, lembaga penjamin gelar, universitas dan sekolah tinggi, lembaga buruh, yayasan dan koperasi pembangunan (Wikipedia, 2004).
Penulis tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya saat anggota dari salah satu yayasan Nasional bersedia mengizinkan penulis melakukan penelitian di tempat mereka. Profil organisasi ini jelas menunjukkan kalau keterlibatan sukarela mayoritas pekerja merupakan penopang kelangsungan hidupnya. Karenanya penulis menemukan bahwa medan ini ideal untuk mencari motif dan tujuan non ekonomis karyawannya.
Yayasan ini dibangun terutama untuk memberikan bantuan kemanusiaan pada anak dari keluarga bermasalah dan anak cacat. Ia sebelumnya merupakan bagian dari sebuah asosiasi internasional, namun karena masalah koordinasi, pada akhirnya ia terpisah. Untuk melindungi anonimitas organisasi tersebut dan khususnya informan penulis, penulis tidak akan memberikan data apapun yang dapat mengidentifikasinya.
Penulis akan mengatakan secara singkat karakteristik yayasan yang diselidiki. Saat penelitian penulis, ia memperkerjakan 7 pekerja berbayar reguler dan 18 relawan. Namun kelompok ini semakin besar seiring perjalanan penelitian penulis dalam organisasi, dan pada akhirnya memuat 56 orang. Aktivitas utama yayasan ini adalah:
• Koordinasi Program Kakak Abang, yang terdiri dari penyelarasan relawan secara berpasangan dengan anak tertentu dan pekerjaan tatap muka individual di rumah klien
  •  Menjalankan sebuah taman kanak-kanak (untuk usia hingga 4 tahun) dan klub anak (untuk anak lebih tua hingga usia 15)
  •  Mendistribusikan makanan dan produk kebersihan dasar
  •  Mengatur basis berkala berbagai event untuk tuna netra dan cacat
  • Sumber daya finansial yayasan mencakup dana yang dikumpulkan lewat acara amal dan sumbangan sponsor swasta.
Sebelum melanjutkan ke bagian selanjutnya tesis ini, yang merupakan perumusan masalah penelitian, penulis ingin menarik atensi pembaca ke satu lagi isu, yang menurut penulis mencakup unsur krusial dalam penelitian penulis, sehingga pantas disebutkan dalam pendahuluan di bab ini – yaitu pemahaman penulis mengenai organisasi.
Dengan merujuk Vickers (1967: 109-10 dalam Weick, 1969), penulis mendefinisikan organisasi sebagai “Struktur harapan bersama, terikat pada aturan yang menentukan apa yang diharapkan tiap anggotanya dari anggota lain dan dari dirinya sendiri.” Ia merupakan “entitas sosial yang dapat diidentifikasi yang mengejar banyak tujuan lewat aktivitas terkoordinasi dan hubungan antar anggota dan objek” (Hunt, 1972:4, dalam Weick, 1969). Orang cenderung menciptakan dan memasuki organisasi dengan tujuan membentuk dunia dan kehidupan mereka sendiri dengan cara yang spesifik (Czarniawska-Joerges, 1992). Selain itu, mengenai struktur khusus yayasan yang dipelajari, yang sebagian besar berbasis hubungan pribadi antara relawan dan klien dalam pengaturan yang luas oleh markas besar, penulis akan mengklasifikasikannya sebagai organisasi selaras renggang. Istilah bipolar ini menyatakan, dalam satu citra, oposisi antara otonomi (renggang) dan saling ketergantungan (selaras) (Weick, 1988). Dalam organisasi demikian, pekerja relatif bebas dari kontrol hirarkis, memiliki aspirasi ganda dan kadang bertentangan serta banyak pertimbangan dalam bagaimana bertindak (VanderPutten, 1983). Berdasarkan pada karakter individual demikian pada aktivitas yang dilakukan para aktor di lapangan, penelitian penulis dilakukan dalam tingkatan mikro (individual, personal) dari interaksi hari ke hari (Burawoy, 1991).
1.2 Masalah Penelitian
Dalam kasus semua penelitian kualitatif, penting sekali untuk menentukan masalah penelitian sebelum mengajukan hasil aktual.
Fokus utama tesis ini, seperti ditunjukkan di judul, adalah emosi dan karenanya, gaya motivasi anggota yayasan. Penulis ingin menyelidiki mengapa orang terlibat dalam pekerjaan sukarela dan mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk sebuah organisasi. Lebih jauh, berdasarkan teori motivasi manusia Maslow (1943), penulis mencoba menentukan karakter tiap profil motivasi yang diteliti. Usaha ini dikejar dengan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan: Pada tingkatan Piramida Kebutuhan Maslow yang mana motivasi individual ini berakar? Sebagai tambahan, penulis meletakkan perkembangan individual penulis sendiri pada pengendali motivasional dalam fokus tersendiri. Penulis telah tumbuh sebagai seseorang dan sebagai mahasiswa organisasi saat melakukan penelitian penulis dan penulis ingin menghapus proses tersebut dalam tesis ini. Penulis mengangkat isu umum mengapa organisasi kemanusiaan bekerja begitu baik seperti kenyataannya. Namun penulis berusaha menjawab pertanyaan ini dengan eksplisit dihadapan pembaca.
1.3 Struktur Tesis
1.3.1 Klarifikasi Judul
Penulis akan memulai struktur karya ilmiah ini dengan menjelaskan judulnya. Saat penyelidikan penulis, penulis memiliki kesempatan menjumpai berbagai individu unik. Karena berfokus pada aspek motivasional nara sumber penulis, penulis perlahan tenggelam dalam perasaan paling dekat tiap individual seperti ketakutan, kesenangan, kesedihan, harapan, kebencian dan keinginan. Keanekaragaman yang melimpah dan kadang berkontradiksi pada emosi manusia, yang semua sangat diperhatikan dalam organisasi yang diteliti, bermula pada saat tertentu dan mewakili sebuah labirin yang kadang penulis sendiri kehilangan petunjuk di dalamnya. Kadang bahkan terjadi kalau banyak aktor yang penulis amati terlihat tersesat dalam jaringan lorong emosi berkelok-kelok (karenanya metafora labirin, yang menyusun inti kesimpulan penulis pada bagian terakhir tesis ini). Penulis memilih gambaran pengungkapan ini untuk mencerminkan karakter penelitian penulis secara efektif, karena, seperti diamati oleh Ortony (1975, dalam Weick, 1969) “metafora memberikan versi kompak dari sebuah peristiwa tanpa perlu menjelaskan semua detilnya.” Ia juga mencerminkan sifat dasar atau bentuk puncak sesuatu. “Metafora lebih dekat untuk merasakan pengalaman dan karenanya lebih jelas secara emosional, inderawi dan kognitif” (Ortony, 1975 dalam Weick, 1969).
1.3.2 Metodologi yang Dipilih
Metodologi dapat didefinisikan sebagai “hubungan antara teknik dan teori” (Burawoy, 1992:5). Ada banyak metodologi untuk dipilih, namun penulis memilih etnografi.
Apa sesungguhnya arti etnografi? Penulis akan menjelaskannya. Secara umum, etnografi adalah “representasi tertulis sebuah kebudayaan atau aspek-aspeknya” (Van Maanen, 1988: 1), yang merupakan hasil penyelidikan satuan manusia lewat studi pada keanekaragamannya (Czarniawska-Joerges, 1992). Secara metafora, “etnografi menyandikan sebuah budaya sementara menyandikan ulang dirinya untuk kebudayaan lainnya” (Van Maanen, 1988: 4), ia menciptakan translasi – “ia menceritakan kembali, dalam bahasa kita, kisah-kisah yang diceritakan oleh orang yang berbicara dalam bahasa lain” (Czarniawska-Joerges, 1992:42). Tesis khusus ini dapat diklasifikasikan sebagai etnografi organisasi, dan dapat dinyatakan sebagai penafsiran proses organisasi dari sudut pandang para aktor yang terlibat, dikumpulkan dan diceritakan ulang oleh peneliti (juga mewakili sudut pandang tertentu). Ia adalah polifoni dari sejumlah suara dari dalam (Czarniawska-Joerges, 1992).
Alasan memilih etnografi berakar secara dalam pada sifat penulis. Penulis dapat dikarakteristik sebagai seseorang dengan rasa ingin tahu sejak lahir pada kerumitan dunia sekitar. Penulis selalu terkesan dengan cara orang lain berpikir dan bertindak. Mempertanyakan dan mengamati telah menjadi cara alamiah penulis untuk mencoba memahami realitas, untuk menemukan intrik dibalik isu manusia. Karena tugas utama seorang antropolog (atau etnografer) dalam bidang ini adalah mencari cara memahami orang lain lewat interaksi berkelanjutan dengan mereka (Van Maanen, 1988), penulis menganggap etnografi merupakan alat ideal untuk melakukan penelitian ilmiah penulis.
1.3.3 Gaya Deskriptif
Saat membahas bagaimana penulis menyajikan data lapangan yang telah dikumpulkan, penulisan memilih metode deskriptif, yang diistilahkan Van Maanen (1988) sebagai kisah kesaksian.
Dan seterusnya ….

No comments:

Post a Comment