H.G. Wells berpendapat kalau menulis memiliki kemampuan
“menempatkan kesetujuan, hukum, perintah dalam rekaman. Ia memungkinkan
pertumbuhan negara lebih besar dari yang mungkin dilakukan kota lama. Ia
memungkinkan kesadaran historis berkelanjutan menjadi mungkin. Perintah pendeta
atau raja dan segelnya dapat melebihi pandangan dan suaranya dan dapat bertahan
walaupun ia telah meninggal.”
Sistem menulis
Sistem menulis utama – metode menulis –secara luas terbagi menjadi empat kategori: logografis,
silabis, alfabetis, dan fitural. Kategori lain, ideografis (simbol untuk ide)
tidak pernah dikembangkan dengan cukup untuk menjadi bahasa. Kategori keenam,
piktografis, tidak cukup untuk mewakili bahasa itu sendiri, namun sering
menjadi inti dari logografis.
1.
Logografis
Sebuah logogram adalah karakter
tertulis yang mewakili kata atau morfem. Sejumlah besar logogram dibutuhkan
untuk menulis sebuah bahasa, dan bertahun-tahun dibutuhkan untuk
mempelajarinya. Ini menjadi kerugian utama sistem logografis dibandingkan
sistem alfabetis. Walau begitu, efisiensi membaca tulisan logografis pernah
bermanfaat besar. Tidak ada sistem menulis yang sepenuhnya logografis: semua
memiliki komponen fonetik serta logogram (komponen logosilabik dalamn kasus
karakter China, cuneiform, dan Maya, dimana sebuah glif dapat dijadikan morfem,
silabil, atau keduanya; logokonsonantal dalam kasus hieroglif) dan banya
memiliki komponen ideografis (radikal di China dan determiner pada hieroglif).
Sebagai contoh, dalam bahasa Maya, glif untuk sirip, dibaca ka’, juga digunakan
untuk menyajikan silabel ka kapanpun pengejaan logogram dibutuhkan atau ketika
tidak ada logogram. Pada bahasa China, sekitar 90% karakter adalah senyawa dari
unsur semantik (makna) yang disebut radikal dengan karakter yang ada untuk
menunjukkan ucapan, disebut sebuah fonetik. Walau begitu, elemen fonetik
demikian menggantikan elemen logografis daripada sebaliknya.
Sistem logografis utama yang
digunakan saat ini adalah karakter China, digunakan dengan beberapa modifikasi
untuk berbagai bahasa di China, Jepang, dan Korea di Korea Selatan. Yang lain
adalah naskah klasik Yi.
2.
Silabaris
Sebuah silabaris adalah seperangkat
simbol tertulis yang mewakili (atau mendekati) silabil. Sebuah glif adalah
sebuah silabari yang menjadi konsonan diikuti sebuah vokal, atau hanya sebuah
vokal, walaupun di beberapa naskah silabil yang lebih kompleks (seperti
konsonan-vokal-konsonan, atau konsonan-konsonan-vokal) dapat memiliki glifnya.
Silabil yang berhubungan secara fonetik tidak ditunjukkan dalam naskah. Sebagai
contoh, silabil ka dapat tidak berbeda degan silabil ki, tidak pula silabil
dengan vokal yang sama.
Silabaris paling sesuai untuk
bahasa dengan struktur silabil yang relatif sederhana, seperti bahasa Jepang.
Bahasa lain yang memakai silabik mencakup naskah Linear B dari Yunani Mycenea,
Cherokee, Ndjuka, bahasa kreol berbasis Inggris di Suriname, dan naskah Vai
dari Liberia. Sebagian besar sistem logografis memiliki komponen silabik kuat.
Etiopik, walaupun secara teknis adalah abjad, memiliki gabungan konsonan dan
vokal pada titik dimana ia dipelajari seolah ia sebuah silabari.
3.
Alfabet
Alfabet adalah seperangkat kecil
simbol, masing-masing secara kasar mewakili atau secara historis mewakili
sebuah fonem dalam bahasa. Dalam alfabet yang fonologis sempurna, fonem dan
huruf berkoresponsi sempurna dalam dua arah: seorang penulis dapat meramalkan
ucapan sebuah kata berdasarkan ejaannya, dan seorang pendengar dapat meramalkan
ucapan sebuah kata berdasarkan ejaannya.
Karena bahasa sering berevolusi
independen dari sistem menulisnya, dan sistem menulis dapat dipinjam untuk
bahasa-bahasa yang tidak memilikinya, derajat apakah suatu huruf dari alfabet
berkorespondensi dengan fonem sebuah bahasa bervariasi dari satu bahasa ke
bahasa lain dan bahkan dalam satu bahasa sekalipun.
Dalam sebagian besar sistem menulis
di Timur Tengah, biasanya hanya konsonan sebuah kata yang ditulis, walaupun
vokal dapat diindikasikan dengan menambahkan berbagai tanda diakritis. Sistem
penulisan yang berdasarkan penandaan fonem konsonan saja berasal dari hieroglif
Mesir kuno. Sistem ini disebut abjad.
Pada sebagian besar abjad India dan
Asia Tenggara, huruf vokal diindikasikan lewat diakritis atau modifikasi bentuk
konsonan. Hal ini disebut abugida. Beberapa abugida, seperti Etiopik dan Cree,
dipelajari anak sebagai silabari, dan sering disebut silabik. Walau begitu,
berbeda dengan silabari sejati, ini bukanlah glif yang independen untuk setiap
silabi.
Kadangkala istilah alfabet dibatasi
pada sistem dimana huruf dipisahkan antara konsonan dan vokal, seperti alfabet
Latin, walaupun abjad dan abugida dapat diterima sebagai alfabet juga. Karena
ini, alfabet Yunani dipandang sebagai alfabet pertama di dunia.
4.
Naskah fitural
Sebuah naskah fitural menandai
balok dasar fonem yang menyusun sebuah bahasa. Sebagai contoh, semua suara yang
diucapkan oleh bibir (suara labial) dapat memiliki beberapa kesamaan. Dalam
alfabet Latin, ini adalah kasus pada huruf b dan p. Walau begitu, labial m
sepenuhnya berbeda, begitu juga huruf q dan d yang bentuknya mirip namun bukan
labial. Dalam hangul Korea, semua keempat konsonan labial berdasarkan elemen
yang sama. Walau begitu, dalam prakteknya, bahasa Korea dipelajari anak sebagai
alfabet biasa, dan unsur fitural cenderung dilewatkan.
Naskah fitural lainnya adalah
tulisan isyarat, sistem menulis populer untuk banyak bahasa isyarat, dimana
bentuk dan gerakan tangan dan wajah mewakili secara ikonik. Naskah fitural juga
umum dalam sistem fiksi atau yang dibuat, seperti Tengwar dalam karya Tolkien.
Sumber
Wikipedia
Referensi lanjut
2.
Smith, Frank. Writing and the writer.
Routledge, 1994.
No comments:
Post a Comment